Sabtu, 07 Januari 2017
Jumat, 06 Januari 2017
TAHAP – TAHAP PEMBELAJARAN
A. PEMBELAJARAN
INKUIRI
Metode inkuiri adalah metode pembelajaran dimana siswa
dituntut untuk lebih aktif dalam proses penemuan, penempatan siswa lebih banyak
belajar sendiri serta mengembangkan keaktifan dalam memecahkan masalah.
1. Langkah
– langkah pembelajaran inkuiri :
Menyajikan pertanyaan atau masalah: Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan. Guru membagi siswa dalam kelompok.
Menyajikan pertanyaan atau masalah: Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan. Guru membagi siswa dalam kelompok.
2. Membuat
hipotesis: Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam
membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang
relevan dengan permasalahan dan memproiritaskan hipotesis mana yang
menjadi prioritas penyelidikan.
3. Merancang
percobaan Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan
langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru
membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.
4. Mengumpulkan
dan menganilisis data: Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan
hasil pengolahan data yang terkumpul.
5. Membuat
kesimpulan: Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.
B.
PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
Metode kontruktivisme adalah bahwa belajar itu
menemukan. Meskipun guru menyampaikan sesuatu kepada siswa mereka melakukan
proses mental atau kerja otak atas informasi itu masuk ke dalam pemahaman
mereka. Konsrtruktivisme dimulai dari masalah (sering muncul dari siswa
sendiri) dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan dan menemukan
langkah-langkah pemecahan masalah tersebut. Metode konstruktivisme ditekankan pada siswa
seharusnya diberi tugas-tugas kompleks, sulit, dan realistis. Kemudian mereka
diberi bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas. Tugas kompleks itu
misalnya proyek, simulasi, menulis untuk dipresentasikan.
Langkah – langkah pembelajaran konstruktivisme :
1. Tahapan
pertama adalah apersepsi, pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan
konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang
merupakan konsep prasyarat. Misalnya : mengapa baling-baling dapat berputar?
2. Tahap
kedua adalah eksplorasi, pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara
terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan
menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan
pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
3. Tahap
ketiga, diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa mengkomunikasikan
hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator
dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau
tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan alasan
dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
4. Tahap
keempat, pengembangan dan aplikasi, pada tahap ini guru memberikan penekanan
terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui
bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui
pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.
C.PEMBELAJARAN SETS
Pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society) dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan saling temas yang merupakan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Asyari (dalam Tristanti, 2011:12) mengartikan pendekatan SETS sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran sains yang mengaitkan dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat sekitar. Pendekatan SETS ditujukan untuk membantu peserta didik mengetahui sains, perkembangan dan aplikasi konsep sains dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini membahas tentang hal-hal yang bersifat nyata, yang dapat dipahami, dapat dibahas, dan dapat dilihat.
Langkah – langkah pembelajaran SETS :
1. Tahap invitasi
Pada tahap ini guru memberikan isu/ masalah aktual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang dapat dipahami peserta didik dan dapat merangsang siswa untuk mengatasinya. Guru juga bisa menggali pendapat dari siswa, yang ada kaitannya dengan materi yang akan dibahas.
2. Tahap eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat -sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan.
3. Tahap solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan -rekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep–konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
4. Tahap aplikasi
Siswa diberi kesempatan untuk menggunakan konsep yang telah diperoleh. Dalam hal ini siswa mengadakan aksi nyata dalam mengatasi masalah yang muncul dalam tahap invitasi.
5. Tahap pemantapan konsep
Guru memberikan umpan balik/ penguatan terhadap konsep yang diperoleh siswa.
Pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society) dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan saling temas yang merupakan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Asyari (dalam Tristanti, 2011:12) mengartikan pendekatan SETS sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran sains yang mengaitkan dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat sekitar. Pendekatan SETS ditujukan untuk membantu peserta didik mengetahui sains, perkembangan dan aplikasi konsep sains dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini membahas tentang hal-hal yang bersifat nyata, yang dapat dipahami, dapat dibahas, dan dapat dilihat.
Langkah – langkah pembelajaran SETS :
1. Tahap invitasi
Pada tahap ini guru memberikan isu/ masalah aktual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang dapat dipahami peserta didik dan dapat merangsang siswa untuk mengatasinya. Guru juga bisa menggali pendapat dari siswa, yang ada kaitannya dengan materi yang akan dibahas.
2. Tahap eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat -sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan.
3. Tahap solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan -rekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep–konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
4. Tahap aplikasi
Siswa diberi kesempatan untuk menggunakan konsep yang telah diperoleh. Dalam hal ini siswa mengadakan aksi nyata dalam mengatasi masalah yang muncul dalam tahap invitasi.
5. Tahap pemantapan konsep
Guru memberikan umpan balik/ penguatan terhadap konsep yang diperoleh siswa.
D. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan
masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik
untuk mencari dan memecahkan suatu masalah/persoalan dalam rangka pencapaian
tujuan pengajaran. Metode ini diciptakan seorang ahli didik berkebangsaan
Amerika yang bernama Jhon Dewey. Metode ini dinamakan Problem Method. Sedangkan
Crow&Crow dalam bukunya Human Development and Learning, mengemukakan nama
metode ini dengan Problem Solving Method.
Sebagai prinsip dasar
dalam metode ini adalah perlunya aktifitas dalam mempelajari sesuatu. Timbulnya
aktifitas peserta didik kalau sekiranya guru menjelaskan manfaat bahan
pelajaran bagi peserta didik dan masyarakat.
Dalam bukunya “school
and society” John Dewey mengemukakan bahwa keaktifan peserta didik di sekolah
harus bermakna artinya keaktifan yang disesuaikan dengan pekerjaan yang biasa
dilakukan dalam masyarakat.Alasan penggunaan metode problem solving bagi
peneliti adalah dengan penggunaan metode problem solving siswa dapat bekerja
dan berpikir sendiri dengan demikian siswa akan dapat mengingat pelajarannya
dari pada hanya mendengarkan saja.
E.
Diskusi
Metode diskusi dalam
belajar adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana guru
memberikan kesempatan kepada para siswa/ kelompok-kelompok siswa yang
mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan
atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah.
Forum diskusi dapat
diikuti oleh seluruh siswa di dalam kelas, dapat pula dibentuk
kelompok-kelompok kecil. Yang perlu diperhatikan adalan hendaknya para siswa
berpartisipasi secara aktif dalam setiap forum diskusi. Semakin banyak siswa
terlibat dan menyumbangkan pikirannnya, semakin banyak pula yang dapat mereka
pelajari. Perlu pula diperhatikan peran guru. Apabila campur tangan dan main
perintah dari guru, niscaya siswa tidak akan dapat belajar banyak.
F.
Tanya
Jawab
Metode tanya jawab adalah cara
penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari
guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Hal ini
sejalan dengan pendapat Sudirman (1987:120) yang mengartikan bahwa
“metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan
yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula
dari siswa kepada guru.”
Lebih lanjut dijelaskan pula
oleh Sudirman (1987:119) menyatakan bahwa metode tanya jawab ini dapat
dijadikan sebagai pendorong dan pembuka jalan bagi siswa untuk mengadakan
penelusuran lebih lanjut (dalam rangka belajar) kepada berbagai sumber belajar
seperti buku, majalah, surat kabar, kamus, ensiklopedia, laboratorium, video, masyarakat,
alam, dan sebagainya
G. Penugasan (Resitasi)
Salah satu metode yang
digunakan dalam pembelajaran adalah metode resitasi terstruktur. Imansjah
Alipandie (1984:91) dalam bukunya yang berjudul “Didaktik Metodik Pendidikan
Umum” mengemukakan bahwa :”Metode resitasi terstruktur adalah cara untuk
mengajar yang dilakukan dengan jalan memberi tugas khusus kepada siswa untuk
mengerjakan sesuatu di luar jam pelajaran. Pelaksanaannya bisa dirumah,
diperpustakaan, dilaboratorium, dan hasilnya dipertanggungjawabkan.”
Menurud Sudirman. N,
(1991:141). Pengertian metode penugasan/ resitasi adalah cara penyajian
bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan
kegiatan belajar.
Sedangkan Slameto
(1990:115) mengemukakan :Metode resitasi terstruktur adalah cara penyampaian
bahan pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan dalam
rentangan waktu tertentu dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan kepada guru.
Metode resitasi
terstruktur merupakan salah satu pilihan metode mengajar seorang guru, dimana
guru memberikan sejumlah item tes kepada siswanya untuk dikerjakan di luar jam
pelajaran. Pemberian item tes ini biasanya dilakukan pada setiap kegiatan
belajar mengajar di kelas, pada akhir setiap pertemuan atau akhir pertemuan di
kelas.
Pemberian tugas ini
merupakan salah satu alternatif untuk lebih menyempurnakan penyampaian tujuan
pembelajaran khusus. Hal ini disebabkan oleh padatnya materi pelajaran yang
harus disampaikan sementara waktu belajar sangat terbatas di dalam kelas.
Dengan banyaknya kegiatan pendidikan di sekolah dalam usaha meningkatkan mutu
dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat menyita waktu siswa utnuk melaksanakan
kegiatan belajar mengajar tersebut. Rostiyah (1991:32) menyatakan bahwa untuk
mengatasi keadaan seperti diatas, guru perlu memberikan tugas-tugas diluar jam
pelajaran. Sumiati Side (1984:46) menyatakan bahwa pemberian tugas-tugas berupa
PR mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan prestasi belajar Bahasa
Indonesia.
H.Karya Wisata
Metode karyawisata
ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa murid langsung kepada
obyek yang akan dipelajari di luar kelas.Karya= kerja, wisata= pergi dan
Karyawisata = pergi bekerja. Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar
mengajar, pengertian karyawisata berarti siswa-siswa mempelajari suatu obyek di
tempat mana obyek tersebut berada. Karyawisata dapat dilakukan dalam waktu
singkat beberapa jam saja ataupun cukup lama sampai beberapa hari.[1]
Contoh: Mengajak siswa ke gedung pengadilan untuk mengetahui system peradilan
dan proses pengadilan, selama satu jam pelajaran. Jadi, karyawisatadi atas
tidak mengambil tempat yang jauh dari sekolah dan tidak memerlukan waktu yang
lama. Karyawisata dalam waktu yang lama dan tempat yang jauh disebut study tour.
Dengan teknik
karyawisata, guru mengajak siswa ke suatu tempat (objek) tertentu untuk
mempelajari sesuatu dalam rangka suatu pelajaran di sekolah. Berbeda dengan
darmawisata, disini para siswa sekedar pergi ke suatu tempat untuk rekreasi.
Teknik karyawisata berguna bagi siswa untuk membantu mereka memahami kehidupan
riil dalam lingkungan beserta segala masalahnya . Misalnya, siswa diajak ke
museum, kantor, percetakan, bank, pengadilan, atau kesuatu tempat yang
mengandung nilai sejarah/kebudayaan tertentu.
I.
Demonstrasi
Menurut Syaiful Bahri
Djamarah (1996 : 102), mengatakan bahwa metode demonstrasi adalah cara
penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa
suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik yang
sebenarnya maupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Dengan
metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih
berkesan secara mendalam sehingga membentuk pengertian dengan baik dan
sempurna.
Tujuan pokok penggunaan
metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar ialah untuk memperjelas
pengertian konsep dan memperlihatkan (meneladani) cara melakukannya sesuatu
atau proses terjadinya sesuatu. Ditinjau dari bukan metode yang dapat
diimplementasikan dalam PBM secara independent. Karena ia merupakan alat bantu
memperjelas apa-apa yang diuraikan, baik verbal maupun secara tekstual. Jadi,
mengajar tertentu seperti metode ceramah.
Ada asumsi psikologis
yang melatarbelakangi perlunya penggunaan penggunaan metode demonstrasi dalam
PBM, yakni belajar adalah proses melakukan dan mengalami sendiri (learning by
doing and eksperience) apa-apa yang dipelajari. Dengan melakukan dan mengalami
sendiri, siswa diharapkan dapat menyerap kesan yang mendalam kedalam benaknya.
Selamat membaca semoga bermanfaat J
Terima Kasih J
Langganan:
Postingan (Atom)